Thursday, May 26, 2005

Baso Hampor - Garut



Hari Minggu, sambil nganter si Neng yang udah lama nggak mudik ke Garut, saya mampir ke warung bakso legendaris Hampor - H Mamad.

Ini warung kecil, di tepi jalan menuju Kampung Sampireun yang kondang itu. Kalau anda datang dari Bandung, setelah melewati tugu/ bunderan Intan, anda belok kanan, mentok terus belok kiri (kalo ke kanan ke Cipanas). Di belokan pertama, anda belok kanan (menuju ke arah Kampung Sampireun atau Kawah Kamojang). Kira-kira lima menit kemudian anda akan menemukan warung kecil pada bangunan semipermanen.

Apa istimewanya warung ini? Istimewanya, warung ini sudah buka sejak saya mengenal Garut (mid 1970-an) bahkan jauh lebih lama dari itu (konon sih mid 1960-an udah jualan).

Seinget saya, dari dulu rasa baksonya ya begitu itu.. bakso dengan perpaduan aci dan daging yang seimbang. Baksonya mulus, dengan mie kurus atau gendut (bisa milih), bihun dan sayuran berupa sawi dan toge. Tarikannya mah bakso jawa gituh.. khas banget favorit orang Garut/ Tasik.

Satu hal yang saya amati, kuah baksonya sekarang lebih light. Dulu, saya pernah menghindari makan di sini karena kuah baksonya berminyak sekali. Terlihat jelas layer minyak di atas permukaan kuah. Sekarang, sudah tidak lagi. Minyaknya jauuuh lebih moderate. Dan somehow lebih fresh.

Porsinya masih besar, bahkan buat saya. Ini beda sama tarikan bakso jawa yang biasanya tampil dengan porsi menyebalkan (dikit bangets). Setelah dikucuri cuka, saos dan kecap (semua bikinan lokal Garut), rasa bakso ini naik beberapa point. Freshness dari cuka menyeimbangkan gurihnya kaldu. Hentakan sambel yang dibuat dari cabe rawit yang direbus mengalir silih berganti dengan saos berwarna unnaturally red. Tasty.. yummy..

Ga heran, teman Ibunda asal Garut yang pergi merantau ke sebrang selalu menyempatkan makan di sini saat ia pulang kampung

Monday, May 16, 2005

Kimchi Nabe..Aku padamu!!!

Sabtu kemaren, sore-sore saya "kesasar" ke Furaibo di Setiabudi Building. Lho, kesasar kok spesifik banget? He..he.. soalnya beneran nggak niat ke sana, cuma pengen jalan aja nyari mie yang pake gaya jepang (ngidamnya mah soba yang berkuah pake aroma jahe. Dimana ya bisa dapetnya?).

Tapi kalo nggak, ya makanan jepang berkuah panas, maklum rasanya kok "my body is not delicious" (ga enak badan maksudnya..). As for makanan jepang.. ah, mungkin terpengaruh ajah sama buku "Samurai: Kastel Awan Burung Gereja" yang nggak khatam-khatam saya baca :)

OK, then Furaibo it is. Ya.. tau.. ini restoran terkenalnya sama sayap ayam goreng, sama gorengan yang dalemnya keju itu. Tapi berhubung keukeuh lagi pengen bikin badan enak, maka saya go straight to the soup section of the menu.

Kimchi Nabe! Bentar Oom.. Kimchi bukannya korea punya? Ini salah satu makanan yang saya suka nih.. So it's gotta be good. Kimchi Nabe, pake potongan ikan kakap, jamur enoki dan tahu. Sip, pesen deh! Sama teh jepang anget (bottomless, alias di-refill sampe kembung!).

Tapi karena si abangnya keukeuh bilang kalo spesialisasi Furaibo adalah sayap ayam.. ya deh, saya ikutin apa kata abang Furaibo ajah.. apa sih yang nggak buat abaaang... (hayyah!!)

Nggak lama (asli, nggak lama!) datanglah sepiring sayap ayam goreng dalam keadaan dopf (nggak glossy maksudnya:). Sama sekali nggak ada kilauan minyak khas ayam goreng.. hmm..

Rasanya seruuu, tau ga sih? Bentuknya lucuu, ada bumbu-bumbunya gitu deeh..(review ala ABG mode: on)

Lalu datanglah sang Kimchi Nabe. Datang dalam mangkuk keramik dengan pegangan melengkung ke atas. Tampak kuah merah merona mengepul, merendam potongan ikan kakap, kimchi sawi putih, sepotong tahu besar dan lalu ditutupi oleh gelaran jamur enoki putih cantik yang disisipi sekedarnya dengan irisan bawang daun. Ah.. geulis pisan..

Seruputan pertama.. srupp!! Ahh.. aroma khas tauco masih terasa kuat sekali susul-menyusul dengan pedas, asam dan gurihnya kuah kimchi. Rasa hangat di mulut mengalir perlahan ke tenggorokan dan membuat nyaman jiwa dan raga. Jamur enoki yang sangat generous memberikan tekstur yang menarik ketika dikunyah bersama kimchi sawi putih (do you know that there is more than 160 type of Kimchi?). Ikan kakapnya cukup segar dan memberi hentakan aroma laut yang lembut. AAAhhhh...Kimchi Nabe.. Aku Padamuuu.... :)

Sedikit note tentang teh jepang yang disajikan. Ini tipe teh hitam, bukan teh hijau kayak di restoran jepang lainnya. Tehnya punya aroma yang sangat earthy dan somehow mengingatkan saya sama pu-er (minus bau karungnya:). Warna seduhannya juga coklat kemerahan (very reddish) dengan body yang agak tebal. Kira-kira ini teh apaan ya?

Yang jelas, ketika teh ini disandingkan dengan Kimchi Nabe yang segar, lively dan agak oceanic.. hmm.. they made a good balance!

O,ya.. dressing chicken salad yang dipesan sama Neng Geulis yang nemenin saya juga OK tuh.. cuma sayang, ayamnya kurang blend sama sayurannya..

Monday, May 2, 2005

Gabus Kuah Pucung

OK, pertama saya mau bikin pengakuan. Punten, please, jangan diketawain..

1. Saya belum pernah liat ikan gabus idup. Beneran. Saya belum pernah ketemuan sama ikan gabus yang sedang bercengkrama, berenang-renang kian kemari.. Sampai beberapa bulan lalu, bahkan saya ga tau apakah ikan gabus itu termasuk ikan laut atau ikan sungai (iddiihh sekali bukan?)

2. Saya bahkan belum pernah liat ikan gabus yang udah mati. Maksudnya yang baru mati satu kali (just died) dan masih berwujud ikan gabus segar. Yang pernah saya liat paling berupa ikan asin gabus, sudah dipotongin atau masih rada utuh. Tapi kan warnanya udah coklat gituh..

Yap, that's my confession...


Tadi malam, dalam perjalanan pulang ke rumah dari pabrik, saya "menemukan" sebuah warung nasi. Hayyah, padahal ini warung nasi teh kelewatan dua kali sehari, kok saya nggak ngeh ya? Letaknya di Jl. Lapangan Tembak Cibubur, dekat kelurahan Cibubur, sebrangnya Warung Soto Udin yang "katanya" kondang di wilayah sini..

Istimewanya, warung berspanduk biru ini menjual menu "Gabus Pucung", dan aneka masakan betawi lainnya!!

Di depannya, digelar aneka baskom enamel berisi rupa-rupa masakan mateng dan setengah mateng. Ada ayam siap goreng, opor tempe, semur daging dan kentang, telor asin, telor dadar, bihun goreng, tumis tempe dan beberapa papan pete dan Di salah satu baskom tampak potongan ikan dalam kuah hitam mengkilap berminyak. Eureka!!

"Ini apaan Bang?" kata saya sambil H2C (harap-harap cemas)
"Gabus pucung," kata si Abang berkumis baplang melintang dengan tenang.

Tiada saberapa lama, Si Abang Kumis ini mengantarkan dua piring ke meja saya. Piring pertama berisi sepotong ikan (pilihan saya, badan ke arah buntut), dalam kuah hitam. Piring kedua berisi nasi uduk (dalam porsi XL) bertabur bawang goreng dan bubuk emping, disertai sedikit bihun goreng dan tumis tempe kering.

Nasi uduknya simple but OK. Porsinya bo.. Jalansutra banget deh :)

Sekarang menu utama.. Potongan ikan gabus yang sudah digoreng dan berukuran cukup baik (sekitar 5 inch panjangnya), terendam didalam kuah. Kuahnya hitam mengkilap dengan lapisan minyak kekuningan diatasnya. Beberapa lembar daun salam tampak mendampingi taburan cabe rawit dan bawang merah yang muncul di sana sini.

Kuahnya pedes!! Tapi terasa kalau bite dari pedesnya bukan semata dari cabe. Ada hentakan peppery yang lumayan nendang. Rasa kunyit dan sereh juga susul-menyusul menerjang. Gurihnya kluwek (a.k.a pucung) yang digunakan menjadikan body dari kuahnya terasa mantep, dan sekaligus memberi sentuhan "tangy". Somehow, saya mencium aroma jeruk pecel (limo) pada kuah ini.

Adapun ikan gabusnya.. komentar pertama saya adalah.. "Ooo, kayak ginih ternyata bentuk si ikan gabus teh..". Dagingnya putih dan moist dengan duri yang masih acceptable. Tekstur dagingnya memungkinkan terserapnya kuah pucung sampai ke dalam. Hanya karena ikan ini sudah digoreng sebelum dicemplungkan ke kuah, maka bagian
kulitnya sudah tertutup (sealed) sehingga dagingnya tetap putih.

Tak terasa, nasi uduk ukuran XL sudah nyaris tak bersisa. Waduh, padahal ikan dan kuahnya masih banyak nih. Akhirnya, terpaksa (beneran, terpaksa! kok ga percaya sih?) saya nambah nasinya.

"Setengah ajah" kata saya. Si Abang Kumis Baplang cuma mengangguk.
Lho, kok datengnya dengan ukuran yang sama dengan yang pertama? Ya sudahlah.. (pasrah bahagia mode: on).

Setelah menghabisi nasi, gabus, segelas es teh tawar, dan terkaget-kaget oleh suara sinetron di TV kecil yang dipasang deket dapur warung ("Apa? Melamar perempuan miskin itu? Mama tidak setuju!!!" kata sinetron teh..), akhirnya check out time.

"Nasi uduk satu setengah (padahal mah dua!), gabus, tempe, bihun, es teh tawar. Berapa Bang?" kata saya sambil lagi-lagi H2C..

"Sepuluh rebu,"
kata si Abang.

Alhamdulillah.. good food, good price!

Tenang Bang, I'll be back..