Monday, March 28, 2005

Makan Bubur di Cibubur

Beberapa malam yang lalu saya pulang ke rumah, nyetir dalam keadaan ngantuk berat. Asli ngantuk. Buat saya ini sama bahayanya sama drunk driving! Serious Note: DON'T DO THAT!!

Nah, ketika menyusuri jalan Lapangan Tembak Cibubur menuju ke arah timur, saya memutuskan untuk menghilangkan ngantuk dulu dengan mampir di sebuah warung tenda berspanduk kuning bertuliskan "BUBUR AYAM KHAS BETAWI".

Bubur ayam khas Betawi? Yang gimana ini teh? Saya mah taunya bubur ayam sukabumi (dua mahzab), bubur ayam bandung (juga dari 2 mahzab), bubur ayam cina (kayak yang dijual Ta Wan), bubur ayam madura (samping pabrik, pake kuah santen kuning), bubur ayam cirebon (ga suka euy) dan tentu saja bubur ayam sakit (bubur bikinan Ibunda kalau saya lagi sakit, waktu kecil dulu. Isinya cuma bubur nasi sama telor rebus dan kecap. Yaks!! Jadi pengen cepet sembuh!!)

Sentuhan saya dengan bubur dari Betawi pernah terjadi satu kali. Tahun lalu ketika jadi KilMan (Wakil Mandor) di hajatan HFHC. Di situ dijual Bubur Dingin Khas Betawi. Apakah ini yang dimaksud?

Dengan mata berkunang-kunang karena ngantuk, saya pesan satu porsi.

"Pake telor?"
"He eh" jawab saya dengan mata setengah terpejam..

Tiada seberapa lamanya, datanglah semangkok bubur yang "katanya" khas betawi itu. Bubur nasi dengan warna putih (kalo ijo namanya bubur kacang, Irvan!). Ditaburi dengan kacang kedelai goreng, suwiran ayam, seledri, bawang goreng, dan disiram kuah semur. Kuah semurnya agak bening, tidak mlekoh. Mungkin kecapnya bukan kecap yang ada gambar burungnya.. (*kedip-kedip to Mr. Bond*).

Lho telornya mana? Ternyata telornya diintegrasikan dengan buburnya. Kuning telor ayam kampung ditilepkan (hayyaaahhh, bahasanya!) diantara bubur. Panasnya bubur akan menyetengahmatangkannya (arrghh.. what's wrong with my bahasa?).

Selain kuah semur yang bening ini, kok tampilan bubur khas ini biasa aja ya? mirip sama bubur tipe lain? Rasanya? Nah, ini diaa.. Rasanya beda. Asli beda sama bubur kebanyakan. Mungkin efek dari kuah semur itu ya. Kuah ini saya duga isinya cuma kaldu ayam dengan sedikit bebawangan, lalu di enrich dengan kecap. Tapi kok bisa bikin sensasinya beda ya? Apakah bubur nasinya "dikerjai" dengan cara lain?

Sebenernya overall rasanya biasa aja. Nggak sampe "endang bambang tiada terbilang" (baca: die die must try). Tapi lucu aja.. beda. Yang juga unik adalah sambelnya. Di meja disajikan semangkuk sambel yang ternyata adalah sambel kacang ala nasi uduk!!

Dengan masuknya sambel ini, rasa bubur khas betawi ini semakin menjauh dari rasa bubur pada umumnya. Makin ada khasnya gituh..

Setelah ngantuknya hilang, saya ngobrol sebentar dengan penjualnya sambil nunggu kembalian. Ternyata menurut dia bubur yang dijualnya ini adalah versi tidak lengkap dari bubur betawi. Versi lengkapnya adalah bubur, ayam, kedelai, seledri, semur kentang, sambel kacang, sambel mentah, toge dan ikan teri asin. Lho.. kok sama dengan Bubur Dingin? Ternyata memang iya.. Si Abang penjual bubur di Cibubur ini
bilang, kalau dikumplitin, malah jarang yang mau. Makanya sama dia nggak dikumplitin.. Emang sih, kayaknya orang masih belum terbiasa makan bubur pake toge dan teri asin.. (padahal asli.. endang bambang tiada terbilang lho bow..:)

Wednesday, March 23, 2005

Bandoengsche Melk Centrale




Priok, Maret 1903:

Kapal Perancis La Seyne mendarat di pelabuhan Priok. Diantara penumpangnya, 20 orang Boers (keturunan Belanda dari Afrika Selatan) yang kelelahan menginjakkan kakinya di Batavia.

Netherland, 1935:

Sudah sepuluh tahun ini di koran banyak iklan yang mengajak orang untuk datang dan bermukim di kota yang akan dikembangkan jadi Ibu Kota Baru di Hindia Belanda. Sebuah kota yang bisa ditempuh dalam waktu 2.5 jam naik kereta dari Batavia. Jalur ini dilayani 4 jadwal kereta SS tercepat di Hindia Belanda: The Vlugge Vier. Berangkat dari Batavia jam 06.45, 10.02, 13.32 dan 16.00.

Sebuah kota bernama Bandoeng.

Soal makanan, jangan khawatir. Selain makanan setempat, makanan Belanda yang berbasis susu juga tersedia cukup. Salah satu pemasok bahan olahan susu ternama di Bandung adalah Bandoengsche Melk Centrale. Tempat ini adalah pusat pengolahan susu yang dipasok dari 22 peternakan di Pangalengan dan Lembang yang per harinya bisa
memproduksi 13,000 liter susu! BMC didirikan oleh Louis Hirschland dan Van Zijl, juragan peternakan sapi yang jago bisnis. Mereka adalah orang Boers. Tak jelas apakah mereka adalah keturunan atau justru salah seorang Boers yang turun di Batavia dengan kapal La Seyne 30 tahun lalu..

Bandung, Maret 2005:

Laper! Dari pagi belum sarapan.. Saya duduk di salah satu bangku di sudut BMC. Bangunan tua yang masih terawat sangat baik, setelah renovasinya di tahun 1999. Berbeda sekali dengan Ragussa, tempat makan djadoel di Jakarta yang tampak agak lusuh..

Beberapa foto hasil repro terpajang di dinding. Saya mengenali salah satunya sebagai pojokan Bragaweg yang berujung di Grootepostweg (pojokan Braga-Asia Afrika). Cantik sekali.

Di meja lain, pesanan mulai diantar. Sup buntut goreng dalam ukuran besar. Buntut sapinya cukup banyak dan digoreng kecoklatan dengan baik. Kuahnya agak keruh dengan aroma bumbu yang cukup tajam. Sayang, saya hanya jadi penikmat pasif.

Tak seberapa lama, nasi liwet melintas. Nasi liwet ala sunda dalam wadah panci kecil (asli, kecil) dengan segala aksesorinya dalam nampan terpisah. Menyusul di belakangnya, pesanan ketiga, nasi timbel kumplit. Timbelnya berukuran cukup besar, tapi tampaknya didampingi lauk yang standar saja. Lagi-lagi, saya menjadi penikmat
pasif

Ahh.. sarapan saya datang. Segelas yoghurt strawberry, secangkir kopi dan sebuah crepe berisi pisang dan keju.

Yoghurt bikinan BMC belum mampu menandingi yoghurt bikinan jawara Jalansutra, Meneer Marchell van Buitenzorg. Kurang halus dan kurang kental. Yoghurt BMC disajikan dengan pecahan es batu sehingga jadi semakin encer. Mungkin untuk mengakomodasi lidah yang nggak terlalu suka asam. Sirup strawberry-nya diguyurkan begitu saja diatas yoghurt dan es. Penampilannya jadi lucu sih, yoghurt putih dengan semburat
goresan sirup merah di sana-sini. Menarik.

Kopinya nggak penting untuk dibahas deh. Bener. Apalagi sebelum ke BMC saya sempat mampir ke Aroma di Banceuy.

Crepesnya besaar. Supaya muat di atas piring, crepes ini harus dilipat 3 kali. Buat saya ini kok lebih enak daripada crepes yang dijual di mall-mall itu ya? Bagian pinggirnya agak renyah dan ditengahnya moist terkena pisang dan parutan keju. Pas dapet pisangnya manis banget dan sangat aromatik. Walhasil gurihnya kulit crepes dan keju dilapis dengan baik oleh manis dan harumnya pisang.

Overall, makanan di BMC memang tidak terlalu istimewa. Tapi buat saya yang suka dengan ke-djadoel-an bangunan dan cerita di baliknya, sarapan di BMC jauh lebih berkesan daripada malam minggu bersusah-susah mendaki Dago untuk ngafe.

Apalagi selesai sarapan telat (brunch) di BMC, bisa nerus ke warung Sawios yang nggak seberapa jauhnya dari situ buat makan siang..

Tuesday, March 1, 2005

BandrExperience

Review by one of the best.. Qumay

Temen-temen..
Baru dapet kiriman Bandrek Abah ex Ciwidey (bandrek konsentrat) 2
botol nih. Ga akan abis kalo diminum sendiri. Botolnya segede botol
sirup marjan dan pemakaian kira-kira 2 sendok makan per gelas.
Ada yang berminat? atau mau diseduh rame-rame? enak begitu aja,
apalagi dicampur susu kental manis. Rasanya nendang pisan lah..
dijamin :)
Di botolnya aja ada tulisannya "Sepesial". Buat bikin badan anget,
ngilangin masuk angin, pegel-pegel, pilek dan lain-lain..
Mau? Kapan? Dimana? (terbayang ngebandrek ditengah terjangan angin
dingin nan kencang di sebuah warung nasi di seberang dananu..).

Wass
irvan


Begitulah bunyinya imel dari IHH kepada kami anggota dunia persilatan JS dari perguruan ketoprak dangdut. Akhirnya setelah berbalas pantun sekian kali, teman-teman memutuskan kita akan mengadakan "bandrexperience" pada hari minggu (kuturut ayah ke kota :P) siang menjelang sore setelah acara sahabat museum di monas di-klaar-kan.

Tempatnya? Berhubung yang punya bandrex sudah membayangkan diterjang angin dingin di sebuah warung nasi di seberang danau, maka ya kita manut saja, apalagi saya, dengan senang hati wong gak usah pergi jauh-jauh :))

Sekitar jam 14an para peserta mulai berdatangan, hehe… hahaha… serasa, gak mau kalah sama kelas wine-experience aja :P padahal kita cuma berlima.
Memang, yang confirm datang kami ber5. Lisa pamit karena hari ini mo ujian skripsi (good luck ya neng!), Grace harus menjemput om nya, Captain ada acara mantenan, yang lainnya tidak memberi kabar. Jadi peserta siang itu adalah: saya yang ketempatan, irvan yang punya bandrek, dila bondan yang bukan cucunya pak BW, Tipoy yang moderator, dan lidia tanod yang camat cinere (harus dengan ijin beliau, kalau tidak bisa dibredel acara kemarin :P). later bergabung juga mamel & uda.

Irvan menghampiri saya yang menyambutnya dengan tersenyum lebar dan ramah (saya memang grapyak, semanak tur grayak). Ditangannya ada sebuah botol yang kemudian dipresentasikan kepada saya dengan posisi agak direbahkan dengan merk nya di depan, agar terbaca oleh saya, persis cara orang mempresentasikan wine sebelum dibuka. Hehe… tidak salah kan kalau kami menamakan forum kemarin dengan "bandrexperience" :P
Botol tersebut bacaannya begini: "SEPESIAL".

M: Van, minumnya boleh pakai gelas apa aja, atau ada gelas khusus yang harus dipakai supaya "aroma dan rasanya" lebih yahoo (pinjam istilah om john gunawan), Hehe… yang ikut kelas wine siapa yang tergila-gila siapa :P).
I: anything,
langsung saya mengeluarkan gelas apa aja yang saya punya.
M: Pertanyaan kedua, diseduh dengan air panas, apakah air panas dari dispenser cukup atau harus air mendidih?
I: air mendidih
Langsung lari merebus air untuk kira-kira 3 gelas

Pas mau tuang-tuang, irvan memandang saya dengan memelas: boleh makan dulu gak? Huahuahaha… ternyata mereka belum pada makan siang!
Langsung terjadi pesan memesan makanan. Saya sudah makan, jadi sebenarnya boleh langsung mbandrek, tapi kasihan yang lain. Irvan & Titin memesan paket nasi uduk komplit sedangkan Dila memesan sepiring rujak cingur.

Saya tidak memiliki pengetahuan tentang "bandrek & food pairing" maka saya serahkan kepada rekan-rekan yang kemarin makan, apa rasanya setelah makan rujak cingur terus minum bandrek? Apakah jejak rasa petisnya menjadi lebih gurih? Atau rasa udang di petis jadi lebih keluar? Atau yang makan nasi uduk kemudian mbandrek, apakah rasa gurih santan menjadi lebih gurih lagi atau gimana? Haiyyyah… apa sih?

Irvan menuangkan dosis konsentrat bandrek ke dalam 3 gelas, gelas saya, lidia & dila. Titin tidak mau. Ah nona menado ini, mana kenal sama bandrek :P, mungkin dia tahu bandrek tidak bisa di pairing dengan makanan menado, jadi tak kenallah dia maka tak suka pulalah dia.

Air mendidih dituang, aduk-aduk dengan sendok dan diseruput pelan2. saking panasnya maka saya minum dengan "menyendoki" (duh bahasanya). Seruputan pertama lebih berasa panasnya air mendidih, hehe… tunggu sebentar kalau begitu. seruput lagi, hem… manis, kurang pedes. Tapi… tunggu dulu… sssssss si bandrek mengalir ke dalam perut. Sssss… anget euy. Seruput kedua… nah ini dia yang dicari: pedes panas anget campur jadi satu dari mulut turun ke leher sampai ke perut. Jejak hangatnya stay cukup lama.
Tidak kalah dengan wine, saya juga membaui gelas saya, meskipun tidak saya puter-puter swirling (bukan apa-apa, cuma berat, wong gelase gede, gelas warung:)). Dari baunya saya menemukan jejak gula jawa (soalnya warnanya coklat pekat :P) & jahe yang kuat. Sebenernya kedua komponen ini ada di tulisan di botolnya, saya cuma mengulang,
hahaha... Setelah menyeruput saya baru menyetujui ingredient nomer tiga yang juga disebut di botol yaitu: merica. Jejak pedas di tenggorokan yang tinggal cukup lama saya rasa berasal dari sini. Bagi saya Jahe pedesnya kurang nendang dan stay tidak lama di tenggorokan, meskipun di perut tetep hangat. Selain itu saya juga menemukan jejak sereh (lemon grass) dan sedikit pala. Dua bahan terakhir tidak disebutkan di botolnya.

Sebetulnya banyak cara lain untuk menikmati bandrek selain hanya diseduh dengan air mendidih. Boleh diminum dengan susu, ditambahi irisan kelapa yang ½ tua atau dicocol roti tawar (ini kegemaran dila).

Pas enak-enak mbandrek sambil "jigang" (tapi tanpa rokok klobot, berhubung kami bukan perokok), hujan gede deres turun dengan disertai angin kencang. Duh… memang enak sih dingin2 mbandrek, paaaaassss banget. Tapi kasihan teman-teman, badannya jadi kecipratan air karena tempat saya yang dirancang semi outdoor memang kurang bersahabat dengan hujan & angin.

Irvan meninggalkan 2 botol bandrek nya pada kami, saya & lidia. Tadi malam saya mencobanya dengan menambah susu low fat ke dalam gelas saya, rasanya? Saya lebih suka versi original: hanya bandrek & air mendidih.